VISI & MISI

VISI : Terciptanya Kehidupan Masyarakat yang Adil dan sejahtera

MISI : 1. Membantu memperjuangkan hak Masyarakat dan menyampaikan issu yang berkembang di Masyarakat kepada Pemerrintah.

2. Membantu Pemerintah dalam mensosialisasikan dan melaksanakan berbagai kebijakan kepada MasyaRakat.

3. Mengkritisi terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan kebijakan yang dilakukan oleh oknum Penyelenggara Pemerintahan yang dapat merugikan Masyarakat

4. Menjalin kerja sama dengan berbagai Instansi / Institusi atas dasar kesamaan visi

Senin, 01 November 2010

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik
merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik
terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat
informasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
BAB I
KETENTUAN UMUM
1 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan
pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun non elektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu
badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara
dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain
yang berkaitan dengan kepentingan publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non
pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan
sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara badan publik dan pengguna informasi publik
yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundang-undangan.
6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi
informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi
informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu
pada badan publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau badan publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang menggunakan informasi publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan
permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
2 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 2
(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat
waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan
kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi
diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi
Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan
publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik
yang baik;
d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan
layanan informasi yang berkualitas.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN
BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4
(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik;
3 / 38
www.hukumonline.com
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini;
dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi Publik disertai alasan
permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh
Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik, baik
yang digunakan untuk kepentingan sendiri maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Pasal 6
(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di
4 / 38
www.hukumonline.com
bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai
dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun
dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan
efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.
(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi
hak setiap Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan
Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan non elektronik.
Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9
(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan dengan
cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan Publik memberikan dan menyampaikan Informasi Publik
secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk Teknis
Komisi Informasi.
5 / 38
www.hukumonline.com
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta
Pasal 10
(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum.
(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan
cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami.
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11
(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi yang
dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk
umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau
h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan
dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50
dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi
Publik yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi Informasi.
Pasal 12
Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam memenuhi setiap permintaan informasi;
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.
6 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 13
(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan
wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh
pejabat fungsional.
Pasal 14
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau
badan usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang- Undang ini adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan
permodalan, sebagaimana tercantum dalam anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/
Badan Usaha Milik Daerah.
Pasal 15
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
7 / 38
www.hukumonline.com
f. keputusan partai yang berasal dari hasil muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan lainnya yang
menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi non pemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi, dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak
pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-rencana yang berhubungan dengan pencegahan
dan penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana, dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak
sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara, yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik dan teknik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari dalam dan luar
negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen, operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan
8 / 38
www.hukumonline.com
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan negara yang meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan pangkalan dan/atau instalasi militer;
5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan negara lain terbatas pada segala tindakan
dan/atau indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan/atau data terkait kerjasama militer dengan negara lain yang disepakati dalam
perjanjian tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang nasional atau asing, saham dan aset vital milik
negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga, dan model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank, pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi, atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang dipergunakan dalam menjalankan hubungan internasional;
dan/atau
4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan
kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan
seseorang; dan/atau
9 / 38
www.hukumonline.com
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan non formal
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
Pasal 18
(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran, ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak
berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga penegak
hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak hukum;
f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi; dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h,
antara lain apabila:
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan
Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara
mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara
perdata yang berkaitan dengan keuangan atau kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin diajukan
oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara kepada Presiden.
(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada
Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan
Lembaga Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan dan keamanan negara dan kepentingan umum,
Presiden dapat menolak permintaan informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5).
Pasal 19
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan
Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh setiap Orang.
10 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 20
(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f
tidak bersifat permanen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan untuk memperoleh Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak tertulis.
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat Pemohon Informasi Publik, subjek dan format informasi
serta cara penyampaian informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat permintaan Informasi Publik yang diajukan secara tidak
tertulis.
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor pendaftaran pada saat permintaan diterima.
(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran
diberikan saat penerimaan permintaan.
(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat, pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan
bersamaan dengan pengiriman informasi.
(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan :
a. informasi yang diminta berada di bawah penguasaannya ataupun tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik yang menguasai informasi yang diminta apabila
informasi yang diminta tidak berada di bawah penguasaannya dan Badan Publik yang menerima
permintaan mengetahui keberadaan informasi yang diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau sebagian dicantumkan materi informasi yang akan
diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17, maka informasi yang dikecualikan tersebut dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan
materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh informasi yang diminta.
11 / 38
www.hukumonline.com
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat memperpanjang waktu untuk mengirimkan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan memberikan
alasan secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi
Informasi.
BAB VII
KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 23
Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 24
(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat, Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi
Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota Negara.
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh) orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang yang
mencerminkan unsur pemerintah dan unsur masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil ketua
merangkap anggota.
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota Komisi
12 / 38
www.hukumonline.com
Informasi dan apabila tidak tercapai kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa Informasi Publik di daerah selama Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika
diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan
memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kelima
Wewenang
Pasal 27
(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak yang bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk mengambil
keputusan dalam upaya menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai
saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi
penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja
Komisi Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang
menyangkut Badan Publik pusat dan Badan Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat
kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum
13 / 38
www.hukumonline.com
terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut
Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang
menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 28
(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada Presiden dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada gubernur dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang
bersangkutan.
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan
tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat
terbuka untuk umum.
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29
(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan
wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika berdasarkan usulan Komisi Informasi.
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang
komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang bersangkutan.
(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan
wewenang di bidang komunikasi dan informasi di tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
14 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun
atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari
hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi
anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun; dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur, dan
objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.
Pasal 31
(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu)
orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan
dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.
Pasal 32
(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau bupati/walikota
paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota selanjutnya
ditetapkan oleh gubernur dan/atau bupati/walikota.
15 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 33
Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu
periode berikutnya.
Pasal 34
(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai
dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk
Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk
ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana
paling singkat 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut; atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi
Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi Informasi provinsi, dan/atau keputusan bupati/walikota
untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(4) Pergantian antar waktu anggota Komisi Informasi dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh gubernur
setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk Komisi Informasi
provinsi, dan oleh bupati/walikota setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota untuk Komisi Informasi kabupaten/kota.
(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antar waktu diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi
pada periode dimaksud.
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud
16 / 38
www.hukumonline.com
dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan
yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak diterimanya keberatan secara tertulis.
(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh bawahannya.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya apabila
tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak memuaskan
Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (2).
Pasal 38
(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai
mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik.
(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan
dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.
Pasal 39
17 / 38
www.hukumonline.com
Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Pasal 40
(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi Informasi.
Pasal 41
Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan sebagai mediator.
Bagian Kedua
Ajudikasi
Pasal 42
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh
apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa,
atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan.
Pasal 43
(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota komisi
atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk umum.
(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan dokumen-dokumen yang termasuk dalam pengecualian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
18 / 38
www.hukumonline.com
(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi
Informasi memberikan salinan permohonan tersebut kepada pihak termohon.
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait
yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam proses pemeriksaan.
(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk
mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.
Bagian Keempat
Pembuktian
Pasal 45
(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak dapat
memberikan informasi dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35 ayat (1) huruf
a.
(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi Publik
mengajukan permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam Pasal 35 ayat
(1) huruf b sampai dengan huruf g.
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi
Pasal 46
(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian
informasi yang diminta berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan memutuskan untuk memberikan sebagian atau
seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi
Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk tidak
memberikan informasi yang diminta sebagian atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17.
(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah di bawah ini:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran
dan/atau penggandaan informasi.
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, kecuali putusan yang menyangkut
informasi yang dikecualikan.
19 / 38
www.hukumonline.com
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari
putusan yang diambil, pendapat anggota komisi tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi bagian
tidak terpisahkan dari putusan tersebut.
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan
Publik negara.
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain
Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 48
(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh
apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan
tersebut.
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat
tertutup.
Pasal 49
(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta
berisi salah satu perintah berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi
Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik;
atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan
20 / 38
www.hukumonline.com
huruf g berisi salah satu perintah berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi jangka
waktu pemberian informasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik; atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
(3) Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri memberikan salinan putusannya kepada para pihak
yang bersengketa.
Bagian Kedua
Kasasi
Pasal 50
Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan
kasasi kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya putusan
pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi Publik secara melawan hukum dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi
Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta,
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan
dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan
kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Pasal 54
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan
informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, huruf g,
21 / 38
www.hukumonline.com
huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses dan/atau memperoleh dan/atau memberikan
informasi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 20.000.000,00 (dua puluh
juta rupiah).
Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi
pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus, yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang
yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan
umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-Undang
ini.
Pasal 60
Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.
22 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 61
Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan
Undang-Undang.
Pasal 62
Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak diberlakukannya Undang-Undang ini.
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perolehan informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 64
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak tanggal diundangkan.
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah, petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana,
serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung paling
lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61
23 / 38
www.hukumonline.com
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
I. UMUM
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap
Orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam
memperoleh Informasi, perlu dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan Informasi
Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi
manusia sebagai salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang terbuka adalah hak publik
untuk memperoleh Informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi menjadi
sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara untuk diawasi publik, penyelenggaraan
negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi juga
relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik.
Partisipasi atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat penting sebagai landasan
hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan
Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya
ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan
Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.
Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan
dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang ini
meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dan mencakup pula organisasi non pemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau
menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta
kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi
sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung
jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat
mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang merupakan upaya strategis mencegah praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance).
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
24 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah pemenuhan atas permintaan Informasi dilakukan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
“Cara sederhana” adalah Informasi yang diminta dapat diakses secara mudah dalam hal prosedur dan
mudah juga untuk dipahami.
“Biaya ringan” adalah biaya yang dikenakan secara proporsional berdasarkan standar biaya pada
umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “konsekuensi yang timbul” adalah konsekuensi yang membahayakan kepentingan
yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu Informasi dibuka. Suatu Informasi yang
dikategorikan terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan publik. Jika kepentingan publik yang
lebih besar dapat dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi tersebut harus dirahasiakan atau
ditutup dan/atau sebaliknya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membahayakan negara” adalah bahaya terhadap kedaulatan negara,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut mengenai Informasi yang
25 / 38
www.hukumonline.com
membahayakan negara ditetapkan oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat” adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai
Informasi persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi Informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu
jabatan Badan Publik atau tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan”
adalah Badan Publik secara nyata belum menguasai dan/atau mendokumentasikan Informasi Publik
dimaksud.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin, teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi yang berkaitan dengan Badan Publik” adalah Informasi yang
menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi
lainnya yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Huruf b
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi
hasil dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
26 / 38
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “serta-merta” adalah spontan, pada saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
27 / 38
www.hukumonline.com
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. “transparansi” adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan Informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ perusahaan
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. “pertanggungjawaban” adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan
(stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”undang-undang yang berkaitan dengan badan usaha milik negara/badan usaha
milik daerah” adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang- Undang yang mengatur sektor
kegiatan usaha badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum bagi seluruh
pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
28 / 38
www.hukumonline.com
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan dengan partai politik” adalah Undang-Undang
tentang Partai Politik.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “organisasi non pemerintah” adalah organisasi baik berbadan hukum maupun tidak
berbadan hukum yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan usaha non pemerintah yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan negara”
adalah Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem komunikasi strategis pertahanan, sistem
pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu, dan pengendali operasi militer;
2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer yang digelar, misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi
militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan
kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis kondisi fisik dan moral musuh;
3. sistem persenjataan pada spesifikasi teknis operasional alat persenjataan militer, kinerja dan
kapabilitas teknis operasional alat persenjataan militer, kerawanan sistem persenjataan militer,
serta rancang bangun dan purwarupa persenjataan militer;
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
29 / 38
www.hukumonline.com
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian negara” adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi data dan Informasi tentang material sandi dan
jaring yang digunakan, metode dan teknik aplikasi persandian, aktivitas penggunaannya, serta
kegiatan pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak lain yang meliputi data dan Informasi
material sandi yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis, sumber Informasi bersandi, serta
hasil analisis dan personil sandi yang melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara” adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan
intelijen yang disesuaikan dengan strata masing-masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara
efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi
ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan
relevan yang dapat mendukung dan menyukseskan kebijaksanaan dan strategi nasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Memorandum yang dirahasiakan” adalah memorandum atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-
Badan Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak selain Badan Publik yang sedang
melakukan hubungan dengan Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan
proses penyusunan kebijakan, yakni dapat:
1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran dalam pengajuan usul, komunikasi, atau
pertukaran gagasan sehubungan dengan proses pengambilan keputusan;
2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya pengungkapan secara prematur;
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi yang akan atau sedang dilakukan.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
30 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya
termasuk dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar pada Undang-Undang ini, keadilan,
kepentingan umum, dan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya
memiliki kekuatan setara dengan putusan pengadilan.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan penyelesaian sengketa” adalah prosedur beracara di
bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
31 / 38
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kode etik” adalah pedoman perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi
Informasi, yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
“Pejabat pelaksana kesekretariatan” adalah pejabat struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya
di bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang
komunikasi dan informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
32 / 38
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan melalui surat keterangan tim penguji kesehatan resmi yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”terbuka” adalah bahwa Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus
diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan ”jujur” adalah bahwa proses rekrutmen berlangsung adil dan non diskriminatif
berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan ”objektif” adalah bahwa proses rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria
yang diatur oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
33 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi Informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penggantian antar waktu anggota Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota
Komisi Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi Informasi yang telah berhenti atau diberhentikan
sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa jabatannya berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
34 / 38
www.hukumonline.com
Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
sekurang-kurangnya berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi, alasan mengajukan
keberatan, tujuan menggunakan Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi” adalah pejabat yang
merupakan atasan langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari atasan langsung pejabat
yang bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan
pelayanan yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan Informasi Publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah
melalui proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
35 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan kebijakan pejabat tata usaha negara
dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang-
Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
36 / 38
www.hukumonline.com
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan, kelompok orang, badan hukum,
atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52
Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:
a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;
b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam
melakukan tindak pidana; atau
c. kedua-duanya.
Pasal 53
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Pasal 54
Ayat (1)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau
badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau
badan hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 55
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau badan
hukum atau Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
37 / 38
www.hukumonline.com
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4846
38 / 38

JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBUK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu
diimbangi dengan adanya etentuan hukum yang jelas danlengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
b. bahwa Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada
yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif;
c. bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk
menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan,
maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai Jaminan Fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan
pada Kantor Pendaftaran Fidusia;
d. bahwa bedasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk
Undang-undang tentang Jaminan Fidusia;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBUK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN FIDUSIA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
2. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak bewujud dan
benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
3. Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.
4. Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak begerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotek.
5. Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
6. Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya
dijamin dengan Jaminan Fidusia.
7. Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia atau mata uang lainnya, baik secara langsung maupun kontinjen.
8. Kreditor adalah pihak yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
9. Debitor adalah pihak yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang.
10. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Undang-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda dengan Jaminan
Fidusia.
Pasal 3
Undang-undang ini tidak belaku terhadap :
a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang
berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;
b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isl kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;
c. Hipotek atas pesawat terbang; dan
d. Gadai.
BAB III
PEMBEBANAN, PENDAFTARAN, PENGALIHAN, DAN
HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Bagian Pertama
Pembebanan Jaminan Fidusia
Pasal 4
Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi suatu prestasi.
Pasal 5
(1) Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan
akta Jaminan Fidusia.
(2) Terhadap pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang
besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 6
Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
c. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
d. nilai penjaminan; dan
e. nilai Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
Pasal 7
Utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia dapat berupa :
a. utang yang telah ada;
b. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; atau .
c. utang yang pada saat eksekusj dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban memenuhi suatu prestasi.
Pasal 8
Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari
Penerima Fidusia tersebut.
Pasal 9
(1) Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan atau jenis Benda, termasuk piutang, baik yang
telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.
(2) Pembebanan jaminan atas Benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.
Pasal 10
Kecuali diperjanjikan lain :
a. Jaminan Fidusia meliputi hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
b. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.
Bagian Kedua
Pendaftaran Jaminan Fidusia
Pasal 11
(1) Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
(2) Dalam hal Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia,
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Pasal 12
(1) Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
(2) Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh
wilayah negara Republik Indonesia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen
Kehakiman.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah
kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 13
(1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan
melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia.
(2) Pernyataan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat :
a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia;
b. tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan
Fidusia;
c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
d. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
e. nilai penjaminan; dan
f. nilai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
(3) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama
dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Jaminan Fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada Penerima Fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia
pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan Buku Daftar Fidusia memuat catatan tentang hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
(3) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar
Fidusia.
Pasal 15
(1) Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan kata-kata
"DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".
(2) Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(3) Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Pasal 16
(1) Apabila terjadi perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Penerima Fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas
perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan,
melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam Buku Daftar Fidusia dan menerbitkan Pernyataan Perubahan
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia.
Pasal 17
Pemberi Fidusia dilarang melakukan Fidusia ulang terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang sudah
terdaftar.
Pasal 18
Segala keterangan mengenai Benda Fidusia yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang ada pada Kantor Pendaftaran
Fidusia terbuka untuk umum.
Bagian Ketiga
Pengalihan Jaminan Fidusia
Pasal 19
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak
dan kewajiban Penerima Fidusia kepada kreditor baru.
(2) Beralihnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh kreditor baru kepada
Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pasal 20
Jaminan Fidusia tetap mengikuti Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun Benda tersebut
berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 21
(1) Pemberi Fidusia dapat menyalihkan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara dan
prosedur yang lazim dilakukan dalam usaha perdagangan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, apabila telah terjadi cidera janji oleh debitor
dan atau Pemberi Fidusia pihak ketiga.
(3) Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
diganti oleh Pemberi Fidusia dengan objek yang setara.
(4) Dalam hal Pemberi Fidusia cidera janji, maka hasil pengalihan dan atau tagihan yang timbul karena pengalihan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), demi hukum menjadi objek Jaminan Fidusia pengganti dari objek
Jaminan Fidusia yang dialihkan.
Pasal 22
Pembeli benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang merupakan benda persediaan bebas dari tuntutan
meskipun pembeli tersebut mengetahui tentang adanya Jaminan Fidusia itu, dengan ketentuan bahwa pembeli telah
membayar lunas harga penjualan Benda tersebut sesuai dengan harga pasar.
Pasal 23
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, apabila Penerima Fidusia setuju
bahwa Pemberi Fidusia dapat menggunakan, menggabungkan, mencampur, atau mengalihkan Benda atau hasil
dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, atau menyetujui melakukan penagihan atau melakukan
kompromi atas piutang, maka persetujuan tersebut tidak berarti bahwa Penerima Fidusia melepaskan Jaminan
Fidusia.
(2) Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kapada pihak lain Benda yang
menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis
terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Pasal 24
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul
dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan
pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Bagian Keempat
Hapusnya Jaminan Fidusia
Pasal 25
(1) Jaminan Fidusia hapus karena hal-hal sebagai berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
b. pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
c. musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
(2) Musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 huruf b.
(3) Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan melampirkan pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan
hak, atau musnahnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut.
Pasal 26
(1) Dengan hapusnya Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Kantor Pendaftaran Fidusia
mencoret pencatatan Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia.
(2) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan yang menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang
bersangkutan tidak belaku lagi.
BAB IV
HAK MENDAHULU
Pasal 27
(1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya.
(2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil
pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
(3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi
Fidusia.
Pasal 28
Apabila atas Benda yang sama menjadi objekJaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka
hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu
mendaftarkannya pada Kantor Pedaftaran Fidusia.
BAB V
EKSEKUSI JAMINAN ADUSIA
Pasal 29
(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia ciderajanji, eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
dapat dilakukan dengan cara :
a. pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimakasud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
b. penjualan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika
dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu)
bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Pemberi dan atau Penerima Fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang
bersangkutan.
Pasal 30
Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan
eksekusi Jaminan Fidusia.
Pasal 31
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di
pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.
Pasal 32
Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dengan cara yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.
Pasal 33
Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia apabila debitor cidera janji, batal demi hukum.
Pasal 34
(1) Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut
kepada Pemberi Fidusia.
(2) Apabila hasi eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitor tetap bertanggung jawab atas utang yang
belum terbayar.
BAB VI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja mamalsukan, mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun memberikan
keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak. melahirkan. perjanjian
Jaminan Fidusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Pasal 36
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp
50.000.000 (lima puluh juta) rupiah.
BAB VII
KETENTUAN PERAUHAN
Pasal 37
(1) Pembebanan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang telah ada sebelum berlakunya Undang-undang
ini, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari terhitung sejak berdirinya Kantor Pendaftaran
Fidusia, semua perjanjian Jaminan Fidusia harus sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, kecuali
ketentuan mengenai kewajiban pembuatan akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(3) Jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyesuaian, maka perjanjian
Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undangundang
ini.
Pasal 38
Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini, semua peraturan perundang-undangan
mengenai Fidusia tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti, atau diperbaharui.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39
Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling
lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 40
Undang-undang ini disebut Undang-undang Fidusia.
Pasal 41
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam
lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggaI 30 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 168
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 1999
TENTANG
JAMINAN FIDUSIA
UMUM
1. Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk
mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dalam
rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik
pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dan yang besar. Seiring
dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian
besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam meminjam.
2. Selama ini, kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak jaminan telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal
51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai
pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband. Di samping itu, hak jaminan lainnya yang
banyak digunakan pada dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan Fidusia. Undang-undang
yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah Pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang
Perumahan dan Permukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki
oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985
tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yangn dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara. Jaminan Fidusia telah
digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari
yurisprudensi. Bentuk jaminan inf digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses
pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.
Lembaga Jaminan Fidusia memungkinkan kepada para Pemberi Fidusia untuk menguasai Benda yang
dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan Jaminan
Fidusia. Pada awalnya, Benda yang menjadi objek fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang
berwujud dalam bentuk peralatan. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, Benda yang menjadi objek
fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tak berwujud, maupun benda tak bergerak.
3. Undang-undang ini, dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan Jaminan
Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberikan kepastian hukum
kepada para pihak yang berkepentingan. Seperti telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia memberikan
kemudahan bagi para pihak yang menggunakannya, khususnya bagi Pemberi Fidusia. Namun sebaliknya karena
Jaminan Fidusia tidak didaftarkan, kurang menjamin pihak yang menerima Fidusia. Pemberi Fidusia mungkin
saja menjaminkan benda yang telah dibebani dengan Fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan Penerima
Fidusia. Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia
adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan
mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang, maka menurut Undang-undang ini objek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu
benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani
dengan tanggungan sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan. Dalam Undang-undang ini, diatur tentang pendaftaran Jaminan Fidusia guna memberikan
kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak
yang didahulukan (preferen) kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lain. Karena Jaminan Fidusia
memberikan hak kepada pihak Pemberi Fidusia untuk tetap menguasai Benda yang menjadi objek Jaminan
Fidusia berdasarkan kepercayaan, maka diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam Undang-undang ini
dapat memberikan jaminan kepada pihak Penerirna Fidusia dan pihak yang mempunyak kepentingan terhadap
Benda tersebut.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 dan Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Huruf a
Berdasarkan ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak
tanggungan berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan objek
Jaminan Fidusia.
Huruf b s.d Huruf d
Cukup jelas
Pasal 4
Yang dimaksud dengan prestasi dalam ketentuan ini adalah memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat
sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang.
Pasal 5
Ayat (1)
Dalam akta Jaminan Fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam)
pembuatan akta tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan "identitas" dalam Pasal ini adalahmeliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat
kedudukan, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "data perjanjian pokok" adalah mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan
fidusia.
Huruf c
Uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan Benda
tersebut, dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemitikannya.
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu
berubah-ubah dan atau tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek, maka
dalam akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari Benda tersebut.
Huruf d dan Huruf e
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Utang yang akan timbul di kemudian hari yang dikenal dengan istilah "kontijen", misalnya utang yang timbul dari
pembayaran yang dilakukan oleh kreditor untuk kepentingan debitor dalam rangka pelaksanaan garansi bank.
Huruf c
Utang yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah utang bunga atas pinjaman pokok dan biaya lainnya yang
jumlahnya dapat ditentukan kemudian.
Pasal 8
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberian fidusia kepada lebih dari satu Penerima Fidusia dalam rangka
pembiayaan kredit konsorsium.
Yang dimaksud dengan "kuasa" adalah orang yang mendapat kuasa khusus dari Penerima Fidusia untuk mewakili
kepentingannya dalam penerimaan Jaminan Fidusia dari Pemberi Fidusia.
Yang djmaksud dengan "wakil" adalah orang yang secara hukum dianggap mewakili Penerima Fidusia dalam
penerimaan Jaminan Fidusia, misalnya, Wali Amanat dalam mewakili kepentingan pemegang obligasi.
Pasal 9
Ketentuan dalam Pasal ini penting dipandang dari segi kornersial. Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan
Fidusia mencakup Benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan Undang-undang ini menjamin
fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ihwal Benda yang dapat dibebani Jaminan Fidusia bagi pelunasan utang.
Pasal 10
Huruf a
Yang dimaksud dengan "hasil dari Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia" adalah segala sesuatu yang
diperoleh dari Benda yang dibebani Jaminan Fidusia.
Huruf b
Ketentuan dalam huruf b ini dimaksudkan untuk menegaskan apabila Benda itu diasuransikan, maka klaim asuransi
tersebut merupakan hak Penerima Fidusia.
Pasal 11
Pendaftaran Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan Pemberi Fidusia dan
pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia
untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai Benda
yang telah dibebani Jaminan Fidusia.
Pasal 12
Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang
mandiri atau unit pelaksana teknis.
Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan untuk pertama kali di jakarta dan secara bertahap, sesuai keper1uan, di ibukota
propinsi di seluruh wilayah negara RI.
Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap daerah Tingkat II maka wilayah kerja Kantor
Pendaftaran Fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah Tingkat II dapat disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 13
Ayat (1) dan Ayat (2) .
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang
dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
Ayat (4) .
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ini tidak mengurangi berlakunya Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bagi pengalihan
piutang atas nama dan kebendaan tak berwujud lainnya..
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan "kekuatan eksekutorial" adalah langsung dapat dilaksanakan tanpa
melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.
Ayat (3)
Salah satu ciri Jaminan Fidusia adalah kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya yaitu apabila pihak Pemberi
Fidusia cidera janji. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini dipandang perlu diatur secara khusus tentang
eksekusi Jaminan Fidusia melalui lembaga parate eksekusi.
Pasal 16
Ayat (1)
Perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia, harus diberitahukan kepada para
pihak. Perubahan ini tidak perlu dilakukan dengan akta notaris dalam rangka efisiensi untuk memenuhi kebutuhan
dunia usaha.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Fidusia ulang oleh Pemberi Fidusia, baik debitor maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas Benda
yang menjadi objek Jaminan Fidusia karena hak kepemilikan atas Benda tersebut telah beralih kepada Penerima
Fidusia.
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
"Pengalihan hak atas piutang" dalam ketentuan ini, dikenal dengan istilah "cessie" yakni pengalihan piutang yang
dilakukan dengan akta otentik atau akta di bawah tangan. Dengan adanya cessie ini, maka segala hak dan kewajiban
Penerima Fidusia lama beralih kepada Penerima Fidusia baru dan pengalihan hak atas piutang tersebut diberitahukan
kepada Pemberi Fidusia.
Pasal 20
Ketentuan ini mengakui prinsip "droit de suite" yang telah merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam kaitannya dengan hak mutlak atas kebendaan (in rem).
Pasal 21
Ketentuan ini menegaskan kembali bahwa Pemberi Fidusia dapat mengalihkan benda persediaan yang menjadi
objek Jaminan Fidusia. Namun demikian untuk menjaga kepentingan Penerima Fidusia, maka Benda yang dialihkan
tersebut wajib diganti dengan objek yang setara.
Yang dimaksud dengan "mengalihkan" antara lain termasuk menjual atau menyewakan dalam rangka kegiatan
usahanya.
Yang dimaksud dengan "setara" tidak hanya nialinya tetapi iuga jenisnya.
Yang dimaksud dengan "cidera janji" adalah tidak memenuhi prestasi, baik yang berdasarkan perjanjian pokok,
perjanjian Jaminan Fidusia, maupun perjanjian jaminan lainnya.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan "harga pasar" adalah harga yang wajar yang berlaku di pasar pada saat penjualan Benda
tersebut, sehingga tidak mengesankan adanya penipuan dari pihak Pemberi Fidusia dalam melakukan penjualan
Benda tersebut.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "menggabungkan" adalah penyatuan bagian-bagian dari Benda tersebut. Yang dimaksud
dengan "mencampur" adalah penyatuan Benda yang sepadan dengan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "benda yang tidak merupakan benda persediaan", misalnya mesin produksi, mobil pribadi,
atau rumah pribadi yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Sesual dengan sifat ikutan dari Jaminan Fidusia, maka adanya Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang
dijamln pelunasannya.
Apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang atau karena pelepasan, maka dengan sendirinya Jaminan
Fldusia yang bersangkutan menjadi hapus.
Yang dimaksud dengan "hapusnya utang" antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan
yang dibuat kreditor.
Ayat (2)
Dalam hal Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia musnah dan Benda tersebut diasuransikan maka klaim
asuransi akan menjadi pengganti objek Jaminan Fidusia tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran Benda yang menjadi Jaminan Fidusia pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan dalam ayat ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak agunan atas
kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalam Undang-undang tentang Kepailitan menentukan
bahwa Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia berada di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 28 dan Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi
dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila pertu
dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
Pasal 31 s.d Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Berdasarkan ketentuan ayat ini, maka perjanjian Jaminan Fidusia yang tidak didaftar tidak mempunyai hak yang
didahulukan (preferen) baik di dalam maupun di luar kepailitan dan atau likuidasi.
Pasal 38 s.d Pasal 41
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3889